-
PROGRAM PENATAAN SETRA DESA PEKRAMAN SERAYA
Om Swastiastu
Dalam rangka menjaga keharmonisan hubungan Tri Hita Karana di Desa Pekraman Seraya, Bendesa Desa Pekraman Seraya melalui Paruman Desa sedang dan telah mengadakan penataan baik Paryangan, Pawongan dan Palemahan. Beberapa program yang tangah di godok adalah :1. Peninjauan kembali Awig awig Desa Pekraman Seraya yang disesuaikan dengan kondisi kekinianyang senantiasa berjalan dinamis2. Penataan dan penertiban tanah ayahan Desa Pekraman Seraya3. Penataan Pura Bale Sanghayang4. Penataan Setra dan Pura DalemPenataan-penataan tersebut dimaksud bukan untuk merubah tatanan Pura dan Pelemahan Desa Pekraman Seraya tetapi dalam rangka melanjutkan kembali program PEnataan dan Pembangunan Pura dan Palemahan Pura di Desa Pekraman Seraya yang telah disusun oleh Pengurus Desa Pekraman Seraya sebelumnya.Hal ini terkait dengan penataan penataan tanah di depan Pura Dalem Desa Pekraman Seraya yang bertujuan untuk :1. Menjaga kawasan lingkungan Pura Dalem agar tetap bersih, tidak kumuh dan semrawut2. Pada musim hujan agar tanah tersebut dapat dimanfaatkan untuk bercocok tanam terutama dalampelestarian tanaman khas Seraya yaitu Jagung Seraya3. Pada saat Usaba Dalem lahan tersebut dapat dijadikan sebagai tempat parkir para pemedek sehingga dapat mengurangi kemacetan yang terjadi selama ini.Demikian semoga penjelasan ini bermanfaat bagi Warga Desa Pekraman Seraya.
Admin untuk Bendesa Desa Pekraman Seraya
Om Shantih Shantih shantih Om
-
PENGERATEP KARYA RING PURA PUSEH DESA PEKRAMAN SERAYA
Asung kerta wara nugraha Idha Sanghyang Widi Wasa, melarapan antuk yadnya kalih pangastiti krama sane nulus Yadnya Pengeratep Karya ring Redite Paing Purnama Sasih Kapat Warsa Isaka 1934 / 30 September 2012 ring Pura Puseh Desa Pekraman Seraya prasida sidakarya lan labdakarya. Atur pangaksame lan suksema antuk kirang lan langkung
.
Menghias ritatkala nyangre Usabe Puseh lan Pengeratep Karya ring Pura Puseh
Pawintenan Pemangku
Nyukserahang Pangangge pemangku olih Jero Bendesa Pekraman Seraya
Melasti ring Segare Yeh Kali Desa Pekraman Seraya
Dulang utawi gebogan ulam ayamNyolahang Rejang Dewa
Pamedek ritatkala puncak upacara Pengeratep Karya
-
Makna Hari Raya Galungan dan Kuningan
RAHAJENG NYANGRE RAHINE GALUNGAN LAN KUNINGAN
Dharma dan Adharma Pada hari raya suci Galungan dan Kuningan umat Hindu secara ritual dan spiritual melaksanakannya dengan suasana hati yang damai. Pada hakekatnya hari raya suci Galungan dan Kuningan yang telah mengumandang di masyarakat adalah kemenangan dharma melawan adharma. Artinya dalam konteks tersebut kita hendaknya mampu instrospeksi diri siapa sesungguhnya jati diri kita, manusia yang dikatakan dewa ya, manusa ya, bhuta ya itu akan selalu ada dalam dirinya. Bagaimana cara menemukan hakekat dirinya yang sejati?, "matutur ikang atma ri jatinya" (Sanghyang Atma sadar akan jati dirinya).
Hal ini hendaknya melalui proses pendakian spiritual menuju kesadaran yang sejati, seperti halnya hari Raya Galungan dan Kuningan dari hari pra hari H, hari H dan pasca hari H manusia bertahan dan tetap teguh dengan kesucian hati digoda oleh Sang Kala Tiga Wisesa, musuh dalam dirinya, di dalam upaya menegakkan dharma didalam dirinya maupun diluar dirinya. Sifat-sifat adharma (bhuta) didalam dirinya dan diluar dirinya disomya agar menjadi dharma (Dewa), sehingga dunia ini menjadi seimbang (jagadhita). Dharma dan adharma, itu dua kenyataan yang berbeda (rwa bhineda) yang selalu ada didunia, tapi hendaknyalah itu diseimbangkan sehingga evolusi didunia bisa berjalan.Kemenangan dharma atas adharma yang telah dirayakan setiap Galungan dan Kuningan hendaknyalah diserap dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dharma tidaklah hanya diwacanakan tapi dilaksanakan, dalam kitab Sarasamuccaya (Sloka 43) disebutkan keutamaan dharma bagi orang yang melaksanakannya yaitu :"Kuneng sang hyang dharma, mahas midering sahana, ndatan umaku sira, tan hanenakunira, tan sapa juga si lawanikang naha-nahan, tatan pahi lawan anak ning stri lanji, ikang tankinawruhan bapanya, rupaning tan hana umaku yanak, tan hana inakunya bapa, ri wetnyan durlaba ikang wenang mulahakena dharma kalinganika".
Artinya:
Adapun dharma itu, menyelusup dan mengelilingi seluruh yang ada, tidak ada yang mengakui, pun tidak ada yang diakuinya, serta tidak ada yang menegur atau terikat dengan sesuatu apapun, tidak ada bedanya dengan anak seorang perempuan tuna susila, yang tidak dikenal siapa bapaknya, rupa-rupanya tidak ada yang mengakui anak akan dia, pun tidak ada yang diakui bapa olehnya, perumpamaan ini diambil sebab sesungguhnya sangat sukar untuk dapat mengetahui dan melaksanakan dharma itu.Di samping itu pula dharma sangatlah utama dan rahasia, hendaknyalah ia dicari dengan ketulusan hati secara terus-menerus. Sarasamuccaya (sloka 564) menyebutkan :"Lawan ta waneh, atyanta ring gahana keta sanghyang dharma ngaranira, paramasuksma, tan pahi lawan tapakning iwak ring wwai, ndan pinet juga sire de sang pandita, kelan upasama pagwan kotsahan".
Artinya:Lagi pula terlampau amat mulia dharma itu, amat rahasia pula, tidak bedanya dengan jejak ikan didalam air, namun dituntut juga oleh sang pandita dengan ketenangan, kesabaran, keteguhan hati terus diusahakan.Demikianlah keutamaan dharma hendaknyalah diketahui, dipahami kemudian dilaksanakan sehingga menemukan siapa sesungguhnya jati diri kita. (WHD No. 436 Juni 2003).
-
MANGGALA DESA PEKRAMAN SERAYA
Desa pekraman Seraya yang merupakan sebuah Desa Pekraman yang terletak di pojok timur Pulau Bali. Bentang alam yang terdiri dari relief landscapenya yang berbukit bukit telah dihuni oleh leluhur Warga Desa Pekraman Seraya sejak ratusan tahun silam. Wilayah Desa Pekraman Seraya meliputi 3 Desa Dinas yaitu Desa Dinas Seraya Timur, Desa Dinas Seraya Tengah dan Desa Dinas Seraya Barat. Walaupun terbagi menjadi tiga wilayah administratif tetapi Warga Desa Pekraman Seraya tetap memegang persatuan dalam melestarikan warisan leluhur menajadi satu kesatuan Desa Pekraman Seraya.
Dimana bentuk filosofi Hindu yang paling luhur dalam mengejawantahkan konsep Trihita Karana yaitu Paryangan, Pawongan dan Palemahan berupa Pura Puseh, Pura Bale Agung dan Pura Dalem berada dan terpusat di Seraya Tengah.
Dalam rangka mengemban misi ngayah dalam rangka melayani umat dan warga Desa Pekraman Seraya dalam srada bakti yang berlandaskan Tri Hita Karana telah dibentuk Baga Manggala Desa seperti tertera pada daftar di bawah ini :No.N a m aJabatan Manggala
1.I Nyoman Matal, SHBendesa
2.I Wayan Merta,SKM, M.APPenyarikan I
3.I Gede Arimbawa, S.PdPenyarikan II
4.I Gede PagehPatengen I
5.I Wayan PuraPatengen II
6.I Wayan HarsadanaPetajuh I Bid. Parhyangan
7.I Nyoman Ginantra ArtanaPetajuh II Bid. Pawongan
8.I Made PutraPetajuh III Bid. Palemahan
9.I Nengah NistiPengabih I Bid. Parhyangan
10.I Gede Semirna, S.PdPengabih II Bid. Parhyangan
11.I Nyoman KartaPengabih III Bid. Parhyangan
12.I Gede Bendesa MasPengabih I Bid. Pawongan
13.I Wayan Putra, S.PdPengabih II Bid. Pawongan
14.I Nengah SardaPengabih III Bid. Pawongan
15.I Wayan Sulandra, S.PdPengabih I Bid. Palemahan
16.I Wayan DandriPengabih II Bid. Palemahan
17.I Wayan MurtikayasaPengabih III Bid. Palemahan
Semoga dengan telah dibentuknya Manggala Desa Pekraman Seraya maka kita semua umat dan warga Desa Pekraman Seraya dapat mewujudkan srada bakti dan yadnya untuk tercapainya Moksatham Jagatdhita Yaca Iti Dharma
-
DUDONAN ACARA USABE TAHUN ISAKA 1934
Yadnya adalah bagian dari swadarma umat Hindu dimanapun berada, entah yang berada di perantauan, yang sedang belajar di tempat yang jauh, bekerja dan mendapat tugas di luar daerah. Akan tetapi dengan adanya teknologi informasi saat ini segala perkembangan mengenai kampung halaman bukan suatu masalah yang besar. Internet jika dipakai sebagai sarana yang positif utamanya dalam memberikan informasi mengenai segala aktifitas Umat Hindu merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar lagi. Pemberdayaan umat dalam rangka meningkatkan srada bakti kepada Ida Sanghyang Widi Wasa dengan pilar Tri Hitakarana dengan wadah Desa Pekraman merupakan usaha yang harus kita lakukan secara terus menerus.Di sisi lain Wadah Desa Pekraman sebagai media pelestarian Budaya Bali sudah sangat teruji keampuhannya dalam menjaga kesakralan Pulau Bali sehingga sampai detik ini masih memiliki taksu. Berkaitan dengan hal tersebut Desa Pekraman Seraya berinisiatif untuk mengambil bagian dalam peran tersebut dalam rangka meringankan beban pemerintah dalam memberikan informasi terkait pelaksanaan yadnya khususnya di Desa Pekraman Seraya.Melalui kesempatan yang baik ini melalui situs ini dapat diperoleh informasi mengenai dudonan acara usabe di Pura yang di empon oleh Desa Pekraman Seraya termasuk di dalamnya adalah Kahyangan Tiga.Dapat dilihat disini !
Usabe Klame, Usabe Pengaci Sugi Manik, Usabe Ring Puncak Isaka Warsa 1934
Dapat dilihat di sini !
Beberapa kegiatan yang sudah dan sedang dirancang Desa Pekraman Seraya juga
Dapat dilihat di sini !
Dan di sini !
DUDONAN ACARA PENGERATEP KARYA
Dapat dilihat di sini !
Dapat diunduh di sini !
-
BAGAWAD GITA ONLINE
Kitab Bagawadgita pernah diistilahkan sebagai Weda terakhir, dimana isinya adalah nyanyian Khrisna (Awatara Wisnu) dalam menasehati Arjuna. Oleh karna Arjuna saat itu dalam keadaan bingung dalam menentukan keputusan. Situs resmi www.parisada.org membagikan secara gratis kitab tersebut. Pada halaman situs yang berjudul Bagawadgita Online berisi teks baghawad gita dan tafsirnya, dari naskah dan tafsir di dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan oleh TL Vaswani. Di Indonesiakan oleh seorang pengembara yang memperbolehkan untuk di fotocopy, disebar luaskan sebebas-bebasnya, demi tujuan Dharma dan untuk sesama.
-
DESA PEKRAMAN
DESA tradisional Hindu di Bali pada zaman penjajahan Belanda disebut Desa Adat. Sebelumnya, penguyuban hidup berdasarkan ajaran agama Hindu itu disebut Desa Pekraman. Hal ini karena di desa itu ajaran agama Hindu diterapkan sampai menjadi tradisi yang makin menguat.Kebiasaan sampai menjadi tradisi yang semakin menetap itu, oleh ahli Belanda seperti Van Volen Oven dan Snouck Hugrogne, Setelah zaman reformasi, istilah Desa Adat dikembalikan pada nama aslinya yaitu Desa Pakraman. Di Kerajaan Majapahit, nama desa itu disebut Desa Drstha.Dalam lontar Mpu Kuturan disebutkan bahwa Mpu Kuturan menyarankan pada Sang Raja Bali supaya agamalah yang dijadikan pegangan oleh Sang Raja dalam menata kehidupan Kerajaan. Dalam lontar Mpu Kuturan dinyatakan, "Desa Pakraman winangun dening sang catur varna manut lingin sang hyang aji". Artinya, Desa Pakraman dibangun oleh Sang Catur Varna berdasarkan ajaran kitab suci (agama Hindu). Maksudnya, "Atas kehendak Sang Catur Warnalah didirikan tempat pemujaan seperti Pura Bale Agung, Pura Puseh dan Pura Dalem di Desa Pakraman".Kata "desa" berasal dari bahasa Sansekerta, dis, artinya petunjuk kerohanian. Dari kata ini timbul istilah Upadesa artinya sekitar petunjuk-petunjuk rohani, Hita Upadesa artinya petunjuk untuk mendapatkan kebahagiaan rohani. Pakraman berasal dari kata grama bahasa Sansekerta atau village dalam bahasa Inggris. Kata village inilah diartikan "desa" dalam bahasa Indonesia.Desa sebenarnya berarti petunjuk-petunjuk hidup kerohanian yang berlaku dalam suatu grama. Kata grama lama-lama menjadi krama, artinya suatu petunjuk kerohanian yang berlaku dalam suatu grama. Jadi, Desa Pakraman adalah suatu penguyuban hidup dalam suatu wilayah tertentu dimana kehidupan bersama itu diatur oleh suatu batasan-batasan berdasarkan ajaran agama Hindu. Yang disebut Desa Adat dewasa ini sesungguhnya adalah Desa Pakraman.
Menata UmatDesa Pakraman pada hakikatnya adalah pengejawantahan ajaran agama Hindu dalam menata umatnya dalam suatu wilayah desa. Awig-awig adalah norma utama untuk menata dinamika kehidupan di Desa Pakraman. Sumber awig-awig adalah ajaran agama Hindu. Ciri pokok dari Desa Pekraman adalah adanya Kahyangan Tiga yang disebut sebagai unsur Parhyangan, Krama Desa sebagai unsur Pawongan dan ada wilayah desa disebut unsur Palemahan.Desa Pakraman itu adalah lembaga sosial religius Hinduistis, demikian almarhum Bapak Cokorda Raka Dherana, S.H., mantan Dekan Fakultas Hukum Unud. Titik tolak kita membahas Desa Adat adalah dari sudut pandang agama Hindu, bukan yang lainnya. Berbicara soal agama Hindu tidaklah kita bicara soal spiritual semata. Agama Hindu adalah agama yang membahas Sradha dan Bhakti pada Tuhan dalam hubungannya dengan kehidupan dengan segala totalitasnya.Berbicara soal kehidupan adalah berbicara soal Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit dengan segala permasalahannya baik yang bersifat sekala maupun niskala. Desa Pakraman sebagai wadah umat Hindu untuk mengamalkan ajaran agama Hindu. Desa Pakraman seyogianya dibina sebagai wadah untuk mengembangkan kehidupan sekala dan niskala secara simultan berdasarkan ajaran agama Hindu.Sebagaimana disebutkan dalam lontar Mpu Kuturan, yang mendirikan Desa Pakraman adalah sang catur varna. Ini berarti Desa Pakraman itu adalah wadah untuk mengembangkan empat profesi dan fungsi dalam rangka mewujudkan empat tujuan hidup mencapai Dharma, Artha, Kama dan Moksha. Kitab Brahma Purana 228,45 menyebutkan bahwa sarira kita ini diberikan oleh Tuhan hanyalah sebagai alat untuk mencapai empat tujuan hidup. Empat tujuan hidup itu dicapai secara bertahap sesuai dengan tahapan hidup. Dalam kitab Agastia Parwa disebut ada empat tahapan hidup yang disebut Catur Asrama.Pada Brahmacari Asrama, hidup diprioritaskan untuk mencapai Dharma, Grhastha Asrama memprioritaskan untuk mencapai Artha dan Kama, sedangkan dalam tahapan hidup Wana Prastha dan Sanyasa Asrama hidup diprioritaskan untuk mencapai Moksha. Tiga Asrama hidup di tengah-tengah masyarakat yaitui Brahmacari, Grhastha dan Wana Parstha. Sedangkan kalau sudah mencapai Sanyasa Asrama, seseorang sudah lepas sama sekali dengan kehidupan masyarakat. Tujuan hidupnya hanya satu, melepaskan Sang Hyang Atma dari badan wadag.Pada kenyataannya yang duduk sebagai krama di Desa Pakraman adalah teruna-teruni (Brahmacari), krama ngarep (Grhastha) dan krama pengelingsir (Wana Prastha). Karena itu, Desa Pakraman pada hakikatnya adalah Asrama untuk mensukseskan empat tujuan itu. Untuk mensukseskan empat tujuan hidup itu, setiap Asrama wajib mengembangkan profesinya agar mereka dapat berfungsi dengan baik di masyarakat dalam mengembangkan kehidupannya untuk mencapai tujuan hidup tersebut.
Membina UmatDesa Pakraman membina umat agar dapat mengembangkan Asrama Dharma dan Wana Dharma. Teruna-teruni dibina menjadi Brahmacari yang kuat berpegang dengan swadharma-nya. Demikian juga para Grhastha yang menjadi krama adat yang ngarep dibina menjadi Grahasthin yang bertanggung jawab sesuai dengan swadharma-nya, demikian seterusnya.Sejak ia Brahmacari, Asrama dikembangkan minat, bakat dan tabiatnya agar menjadi SDM yang taat beragama sehat jasmani dan profesional sehingga dapat berfungsi dalam memajukan masyarakat lingkungan, baik sebagai krama adat maupun sebagai warga bangsa dan warga negara. Profesi yang dikembangkan adalah profesi yang dapat membangun manusia dan masyarakat yang seimbang secara sekala dan niskala.Untuk membangun manusia dan masyarakat yang demikian itu, profesi catur warna-lah yang sangat dibutuhkan. Membimbing krama di bidang kerohanian dibutuhkan SDM Brahmana yang profesional. Untuk mewujudkan rasa aman dan tertib politik secara sakala dibutuhkan SDM Ksatria yang profesional. Untuk membangun kesejahteraan ekonomi, dibutuhkan SDM Waisya yang profesional. Untuk membantu kewajiban tiga warna tersebut dibutuhkan SDM Sudra dengan tenaga yang kuat dan tangguh.
Sumber(I Ketut Wiana)http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=942&Itemid=29
Subscribe to:
Posts (Atom)